| Stasiun Jatinegara, JakartaTimur, seperti terekam pada Minggu (12/9) siang, merupakan peninggalan zaman Belanda. Stasiun ini termasuk benda cagar budaya yang dilindungi berdasarkan Perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 |
- Jaringan transpostasi masa pemerintahan Hindia Belanda memang pernah dipusatkan di Jatinegara. Sebab, sejak abad ke-17, kawasan itu menjadi pusat perdagangan utama, selain Glodok di Jakarta Barat.
- Kisah Jatinegara pun bermula ketika seorang guru agama Kristen dari Pulau Lontar, Banda, Maluku, Cornelis van Senen, membeli sebidang tanah di Jatinegara yang tidak jauh dari aliran Sungai Ciliwung.
- Lambat laun, hutan jati di atas tanah itu dikembangkan menjadi pemukiman, lengkap dengan pusat perdagangan. Alhasil, kawasan itu dikenal dengan nama Meester Cornelis atau Mester. Pasar di depan Stasiun Jatinegara hingga kini juga masih disebut Pasar Mester.
- Strategisnya kawasan Meester Cornelis dibuktikan dengan pembangunan jalur kereta penghubung Jatinegara dengan Jakarta Kota pada April 1875. Lantas pada 1881, Melayu (Meester Cornelis) dengan Kota Intan (Batavia) pun dihubungkan dengan trem uap via Matraman, Kramat, Senen, Harmoni, dan Glodok.
- Sementara trem listrik yang ditorehkan dalam prasasti mulai dioperasikan pada 6 April 1925. Trem ini menghubungkan Jatinegara dengan Tanjung Priok sejauh 15,6 km serta Jatinegara dengan Manggarai sejauh 2,6 km.
- Pembangunan jalur kereta itu pun melengkapi jaringan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) Anyer-Panarukan yang dibangun lebih dahulu. Adalah Daendels, Sang Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang menyempurnakan jalan raya untuk memudahkan pergerakan militer infanteri dan transportasi.
- Nama Jatinegara sendiri muncul setengah abad sebelum Meester Cornelis. Muladin (55) warga asli Bali Mester, Jatinegara, menuturkan, "Daerah ini dulu jadi tempat pelarian Pengeran Jayakarta setelah Kota Jayakarta direbut Belanda. Kakek saya bilang, Jatinegara berarti negara yang sejati. Dengan nama ini, Pangeran Jayakarta ingin membuktikan pemerintahannya masih berlangsung meski Kota Jayakarta diubah menjadi Batavia.
- Beberapa peninggalan, yang masih dapat disaksikan di Jatinegara, di antaranya Masjid Kuno dan Makam Pangeran Jayakarta Wijayakrama di Jatinegara Kaum. Selain itu, di depan Stasiun Jatinegara dapat juga disaksikan Gedung Meester Cornelis.
- Kejayaan perekonomian kota tua itu juga masih bisa dilihat dari aktivitas Pasar Meester di depan Stasiun. Selain itu, kata Wakil Kepala Stasiun Jatinegara Satia Tarta Gunada, Pasar Rawa Bening di dekat Pasar Meester adalah pusat batu cincin (batu akik) terbesar di Asia Tenggara.
- Mulai batu sintesis, batu alam, hingga batu mulia berkelas, antara lain zamrud, rubi, dan safir, dijual di pasar itu dengan harga hingga ratusan juta rupiah.
- Kepala Stasiun Jatinegara Yuskar Setiawan menekankan, "Bangunan utama stasiun sampai sekarang tak berubah. Stasiun Jatinegara juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya." Ini ditegaskan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 011/M/1999 tanggal 12 Januari 1999.
- Hidup Jatinegara memamg patut dijaga. Kejayaan masa lalunya sebagai sentra ekonomi Jakarta juga patut dipertahankan.
- Maestro Ismail Marzuki pun mengabadikan nama "Jatinegara" dalam penggalan lirik lagu "Juwita Malam".
- "Kereta kita segera tiba/Di Jatinegara kita kan berpisah/Berilah nama alamat serta/Esok lusa boleh kita jumpa pula."
No comments:
Post a Comment